Novel Ayat-Ayat Cinta

Maret 3, 2008

Oleh: Jon Kartago Lamida, diambil dari http://lamida.wordpress.com

 

Akhirnya saya dapat meluangkan waktu untuk membaca Ayat-ayat Cinta. Saya membaca hari Minggu 2 Maret kemarin dari jam 2 hingga 5.30 sore. Sangat mengesankan. Namun, nampaknya pembangunan suasana dan nuansa Kang Abik (penulis ayat-ayat cinta) masih ada di bawah Andrea Hirata. Itu pandangan subjektif saya. Hanya Andrea Hirata yang bisa membuat saya tertawa sambil menangis dalam jarak yang sangat pendek.

Ayat-ayat Cinta mungkin akan membuat banyak kita merasa malu. Apakah masih ada pria seperti Fahri yang benar-benar bisa menjaga kesucian dirinya dalam hal pergaulan dengan lawan jenis? Hal yang sangat kontras dengan tontonan-tontonan yang marak di televisi saat ini. Sinetron-sinetron tidak berkualitas dengan pengumbaran hal-hal yang tidak benar. Kontras juga dengan realita di sekitar kita dengan kebanggaan-kebanggaan bergaul secara bebas berpacaran dan bermesraan dengan orang yang belum halal bagi mereka.

Agak membuat iri juga si Fahri ini. Bagaimana ya, rasanya dicintai oleh 4 orang wanita sekaligus? Sebuah pertanyaan lain juga tiba-tiba muncul di kepala saya. Cinta paling sejati adalah cinta pada Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana saya bisa mencapai tahapan cinta tersebut? Dunia memang mengherankan. Di tengah keheranan dunia tersebut saya selalu berharap bisa menjadi insan yang baik dan selalu memperbaiki kesalahan-kesalahan. Ayat-ayat Cinta cukup dapat membuat saya bersemangat kembali memperbaiki yang salah dan menjalani kehidupan dengan sebaik mungkin. Dengan, beberapa kisah-kisah cinta dan perasaan asing merindu pada wanita-wanita du luar sana. Menanti penunaian perasaan tersebut dengan cara dan jalan yang benar.

Mungkin pertengahan bulan nati saya juga harus menonton film Ayat-ayat Cinta dan melihat bagaimana kolaborasi sutradara dan pemeran film tersebut menginterpretasikan kisah yang cukup mengharukan ini.