Oleh: Jon Kartago Lamida

Regenerasi mempertahankan kelangsungan. Baik mahkluk hidup maupun organisasi memiliki kecenderungan beregenerasi. Mahkluk hidup beregenerasi untuk kontonuitas spesiesnya sementara organisasi beregenerasi untuk kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Regenerasi mahkluk hidup bersifat biologis. Regenerasi organisasi bersifat sosial dan psikologis. Sosialnya berasal dari interaksi antar individu dalam organisasi sementara faktor psikologisnya berasal dari nilai-nilai personal yang dimiliki masing-masing individu. Dualitas interaksi interpersonal dan intrapersonal dalam organisasi merupakan kompleksitas tersendiri dalam kaitan dengan regenerasi organisasi.

Sebelum uraian lebih lanjut, lebih baik disepakati dulu definisi dari organisasi dan regenerasi. Organisasi adalah wadah yang mengumpulkan orang-orang yang awalnya berbeda namun memiliki tujuan sama dan bersedia bekerja sama dalam mencapai tujuan tersebut. Regenerasi adalah pentransferan nilai atau karakter baik fisik maupun psikis dari satu pihak ke pihak lain yang merupakan kelanjutan. Jika berbicara organisasi maka nilai yang ditransferkan dalam proses regenerasinya adalah tujuan kolektif organisasi.

Lembaga Kajian Mahasiswa adalah bagian dari organisasi kemahasiswaan di Universitas Negeri Jakarta. Berbeda dengan ormawa lain, lingkup wilayah LKM adalah penalaran. Lingkup yang cukup  sejalan dengan nilai-nilai akademik yang diusung kehidupan kampus. Penalaran secara pribadi saya artikan dari asal kata reasoning yaitu memberikan alasan terhadap fakta-fakta yang ditemui melalui pemikiran yang mendalam. Pengejewantahan aktivitas penalaran tersebut dilakukan melalui 4 aktivitas komunikasi yaitu, menulis, membaca, berbicara dan menyimak.

Sebagai organisasi, LKM pun tidak bisa melepaskan diri dari siklus regenerasi. Momen regenerasi bagi ormawa yang paling aktual adalah saat masa penerimaan mahasiwa baru. Pada masa ini beribu mahasiswa baru yang masuk merupakan calon aset berharga bagi organisasi. Pemikiran dan tenaga segar yang akan memberikan banyak masukan dan pandangan baru. Masa ini adalah masa kaderisasi mencari kader-kader baru dan masa regenerasi mencari generasi-generasi baru. Hal ini merupakan keniscayaan yang nyata.

 Jumat 8 September lalu adalah masa perekrutan yang disebut dengan Orientasi Anggota Baru LKM. Akan masuk pemikiran dan tenaga-tenaga baru seperti yang telah disebutkan. Pertanyaannya seperti apakah proses regenerasi organisasi yang ideal? Tujuan apakah yang seharusnya bisa dicapai dari proses ini?


Beberapa pertanyaan tersebut akan saya jawab dari uraian berikut. Pertama, proses keberhasilan proses regenerasi adalah saat generasi pelanjut dapat memiliki capaian yang lebih baik dari generasi sebelum. Kesalahan-kesalahan dapat di evaluasi dan pencapaian dapat lebih ditingkatkan. Stagnasi pencapaian sebaik mungkin dihindarkan dan kemunduran semaksimal mungkin jangan sampai terjadi. Jangan sampai besok sama seperti sekarang, apalagi bila besok jauh lebih buruk dari sekarang.. Harus ada pendidikan yang baik bagi anggota-anggota baru LKM dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut. Langkah awalnya adalah dengan menyajikan materi-materi yang baik selama proses orientasi dan memacu keinginan untuk belajar lebih lanjut setelah kegiatan orientasi. Jangan jadikan proses perekrutan sekedar proses seremonial namun harus sarat dengan makna.

Kedua, dalam organisasi telah sejak lama ada wacana kuantitas versus kualitas dalam hal keanggotaan. Kualitas adalah hal yang lebih diutamakan dari kuantitas. Organisasi yang baik tidaklah memerlukan jumlah orang yang banyak untuk dapat maju. Sedikit orang dengan kualitas yang terjamin dan soliditas tinggi akan menjadi faktor pendorong yang baik dalam kemajuan organisasi. Namun pencapaian kualitas pun bukanlah hal yang mudah. Idealnya kedua nilai kuantitas dan kualitas bisa dicapai dengan berimbang. Perekrutan dengan kuantitas yang banyak diharapkan dapat menjaring calon kader-kader yang berkualitas dengan jumlah lebih banyak pula. Namun, perekrutan dengan kuantitas minim harus melawan resiko terjadi generasi yang hilang. Yang terakhir ini yang saat ini terjadi.

Ketiga, permasalah dualitas anggota sebagai individu  dan sebagai kelompok kolektif organisasi harus disikapi dengan baik. Akan ada kesulitan cukup tinggi dalam menangani permasalahan ini. Karakter manusia sebagai individu adalah sangat beragam. Dalam setiap aktivitasnya manusia cenderung memiliki motif. Manusia lebih senang melakukan hal yang memberikan keuntungan bagi dirinya dan menghindari aktivitas yang tidak memberikan keuntungan atau yang memberikan kerugian.

Setiap anggota yang bergabung ke dalam sistem cenderung memiliki motif untuk memperoleh keuntungan dari proses partisipasinya tersebut. Agak sedikit tidak masuk akal bagi seseorang individu untuk bergabung dalam suatu kelompok tanpa mengharap keuntungan apapun selain ketulusan untuk berserikat dan membantu orang lain. Kepemilikan motif ini bukanlah hal yang salah dan justru merupakan suatu kewajaran. Misalnya, keinginan untuk memiliki kemampuan retorika, pandai menulis dan jago diskusi adalah motif yang tidak buruk dalam kaitan keanggotaan LKM.

Hanya saja sebagai elemen penyeimbang menerima sebagai hak dan memberi sebagai kewajiban adalah keharusan. Kepemilikan motif personal dan upaya mewujudkannya adalah hak. Namun, peran individu sebagai bagian kelompok kolektif  menuntut kewajiban untuk dipenuhi yaitu memberi manfaat bagi organisasi dan tanggung jawab sosial pada anggota lain, baik senior maupun junior. Analogi habis santan ampas dibuang jangan sampai terlalu sering terjadi dalam organisasi. Saat masa awal, anggota menerima asupan atas motif-motif yang ia miliki saat pertama bergabung. Katakanlah, ia memperoleh pelajaran, memperoleh masukan dan kemampuan, melalui pelatihan, dan sebagainya. Namun banyak potret nyata terjadi di LKM, saat hak individu tersebut telah dipenuhi anggota tersebut malah meninggalkan organisasi tanpa menunaikan kewajibannya dulu terhadap organisasi.  Secara nyata memang tidak ada suatu suatu persuasi keras bahwa ketika sesorang telah bergabung dengan LKM ia harus menyerahkan hidup matinya pada organisasi. Namun disinilah tanggung jawab moril harus berusaha berdiri dan tetap tegak. Apa yang telah kita terima idealnya harus kita teruskan kepada generasi selanjutnya.

Resiko ketika tidak terjawabnya permasalahan dualitas anggota sebagai individu  dan sebagai kelompok kolektif organisasi ada dua. Pertama adalah terjadinya generasi hilang dalam organisasi tersebut. Mereka bergabung pada saat permulaan, memuaskan dahaga atas motif-motif mereka, lalu pergi begitu saja. Kasus lain pun cukup banyak terjadi dan cenderung dominan yaitu mereka bergabung pada saat permulaan, tidak melakukan apapun dan secara perlahan menghilang. Orang-orang sering mengatakan kejadian tersebut sebagai seleksi alam. Semakin banyak kasus semacam itu terjadi, probabilitas generasi yang hilang pun semakin tinggi.

Resiko kedua adalah punahnya organisasi. Layaknya dinosaurus yang musnah atau harimau jawa yang tidak ada lagi, organisasi pun bisa mati. Demikian pula LKM bila tuntutan regenerasinya tidak terpenuhi. Tentunya ini adalah kejadian ekstrim yang nampaknya terlalu paranoid. Tapi segala sesuatunya bisa terjadi.

Sekali lagi, di momen baru pasca perekrutan anggota baru LKM ini masalah regenerasi harus menjadi hal yang diperhatikan. Bagaimana sebaik mungkin organisasi ini dapat ditumbuhkan dengan baik, memenuhi motif anggota dan menerima kewajiban dari anggota sehingga kontinuitas terus berjalan dan organisasi bisa tetap hidup dan sehat mengemban misi dan mewujudkan tujuan. Semoga.

Bogor 7 September 2007

Diambil dari http://lamida.wordpress.com